Peran Orang Tua dalam Aqiqah: Tanggung Jawab atau Kewajiban?
Aqiqah merupakan salah satu sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Namun, tidak sedikit orang tua yang masih bertanya-tanya, apakah aqiqah itu tanggung jawab atau kewajiban? Bagaimana peran orang tua dalam pelaksanaannya, dan apa hikmah di balik ibadah ini?
Artikel ini akan mengulas secara lengkap dari sudut pandang Islam, serta bagaimana aqiqah dapat menjadi media pendidikan spiritual dan sosial dalam keluarga.
Apa Itu Aqiqah?
Secara bahasa, aqiqah berarti “memotong”, yang merujuk pada pemotongan hewan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak. Secara istilah, aqiqah adalah menyembelih kambing atau domba pada hari ke-7, 14, atau 21 setelah kelahiran anak, disertai pemberian nama dan pencukuran rambut.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.”
(HR. Abu Dawud)
Tanggung Jawab atau Kewajiban?
Inilah pertanyaan yang sering muncul di kalangan orang tua Muslim: Aqiqah itu tanggung jawab atau kewajiban?
Aqiqah sebagai Sunnah Muakkadah
Mayoritas ulama menyatakan bahwa aqiqah adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Meninggalkannya tidak berdosa, tetapi melaksanakannya sangat dianjurkan, terutama bagi yang mampu secara finansial.
Namun, jika tidak dilakukan karena ketidakmampuan atau kondisi tertentu, maka tidak ada dosa.
Mengapa Disebut “Tanggung Jawab”?
Meskipun bukan kewajiban mutlak, aqiqah tetap menjadi tanggung jawab orang tua dalam bentuk syukur kepada Allah dan tanda cinta kepada anak. Dalam konteks pendidikan keluarga, aqiqah bisa menjadi simbol awal tanggung jawab orang tua dalam membesarkan anak secara Islami.
Jadi, dalam praktiknya, aqiqah adalah tanggung jawab spiritual dan sosial yang sangat besar, walaupun tidak dikategorikan sebagai kewajiban fardhu.
Peran Orang Tua dalam Pelaksanaan Aqiqah
Sebagai orang tua, kita tidak hanya menjadi pelaksana teknis aqiqah, tetapi juga bertanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai di balik pelaksanaannya.
1. Menanamkan Nilai Syukur
Aqiqah adalah bentuk rasa syukur atas nikmat kelahiran anak. Orang tua dapat menggunakan momen ini untuk menjelaskan kepada anak bahwa setiap rezeki adalah titipan Allah SWT.
“Nak, engkau dulu disambut dengan syukur dan doa. Aqiqahmu jadi bukti bahwa kau adalah anugerah besar dari Allah.”
2. Memperkenalkan Konsep Berbagi
Daging dari hewan aqiqah dibagikan kepada tetangga, kerabat, dan fakir miskin. Anak bisa diajarkan tentang pentingnya berbagi sejak dini. Ini adalah pendidikan karakter yang sangat berharga.
3. Pendidikan Spiritual Sejak Kecil
Dengan melibatkan anak dalam acara aqiqah saudara atau kerabat, mereka akan belajar bahwa Islam mengajarkan bentuk ibadah yang menyenangkan dan penuh makna.
Aqiqah dalam Konteks Keluarga Modern
Di era modern, banyak orang tua memilih layanan aqiqah instan—memesan lewat lembaga atau katering. Hal ini tentu mempermudah, tapi ada baiknya orang tua tetap memahami makna spiritual di balik prosesnya.
Alih-alih menyerahkan semua proses pada penyedia layanan, libatkan anak dalam kegiatan seperti:
-
Membungkus makanan
-
Mengantar ke tetangga
-
Membacakan doa bersama
Dengan begitu, nilai tanggung jawab atau kewajiban tidak hanya dipahami secara hukum fiqih, tapi juga dirasakan dalam kehidupan nyata.
Aqiqah dan Kepedulian Sosial
Salah satu keindahan dari aqiqah adalah bahwa ia bukan hanya untuk keluarga sendiri, melainkan juga melibatkan masyarakat sekitar. Inilah nilai sosial yang bisa ditanamkan sejak dini kepada anak:
-
Menghargai tetangga
-
Mengunjungi kerabat
-
Menyantuni yang membutuhkan
Hal ini menguatkan posisi aqiqah sebagai tanggung jawab sosial yang tak kalah penting dari tanggung jawab spiritual.
Kapan Aqiqah Harus Dilaksanakan?
Idealnya, aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Namun, jika belum mampu, maka bisa dilakukan di hari ke-14, ke-21, atau kapan pun saat orang tua sudah mampu. Artinya, meskipun waktunya fleksibel, pelaksanaannya tetap sangat dianjurkan.
Aqiqah dan Pendidikan Anak: Awal dari Perjalanan Panjang
Aqiqah bukan akhir dari perayaan kelahiran anak, tapi justru permulaan dari perjalanan panjang tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Dengan menjalankan aqiqah, orang tua menanamkan landasan pertama: bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dan dididik sesuai ajaran Islam.
Dengan memahami bahwa aqiqah adalah bentuk rasa syukur, bukan hanya ritual, maka orang tua bisa lebih sadar akan tugasnya. Di sinilah muncul makna dalam pertanyaan: “Tanggung jawab atau kewajiban?”—jawabannya, aqiqah adalah tanggung jawab hati, jiwa, dan sosial seorang Muslim.
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Ibadah
Aqiqah bukan hanya menyembelih kambing dan mengadakan jamuan. Ia adalah bentuk ibadah, syukur, dan tanggung jawab. Meski bukan kewajiban fardhu, namun meninggalkannya berarti melewatkan momen penting dalam membentuk spiritualitas keluarga.
Sebagai orang tua, memahami dan melaksanakan aqiqah dengan penuh kesadaran akan membangun pondasi yang kuat dalam mendidik anak secara Islami. Karena sejatinya, setiap langkah dalam mendidik anak—termasuk aqiqah—adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.