Bukan Soal Manis atau Tegas, Tapi Keseimbangan
Dalam dunia parenting, kita sering terjebak dalam pertanyaan: harus tegas atau lembut? Harus banyak kasih sayang atau aturan? Padahal jawabannya bukan memilih salah satu, tapi bagaimana kita bisa menyeimbangkan keduanya. Nah, di sinilah apresiasi dan sanksi punya peran penting.
Keduanya ibarat dua sisi koin yang sama pentingnya. Apresiasi memberi energi positif dan semangat, sementara sanksi mengajarkan batasan dan konsekuensi. Kalau hanya ada salah satu, hasilnya bisa kurang ideal. Artikel ini akan mengupas bagaimana apresiasi dan sanksi bisa saling melengkapi dalam pola asuh anak sehari-hari.
Apa Itu Apresiasi dan Sanksi dalam Konteks Parenting?
Apresiasi: Bukan Hanya Pujian
Apresiasi dalam parenting adalah cara orang tua menghargai usaha dan perilaku positif anak. Tapi perlu digarisbawahi, apresiasi bukan berarti memuji setiap hal kecil tanpa alasan. Anak juga bisa membedakan mana pujian yang tulus dan mana yang asal-asalan.
Contoh apresiasi yang sehat:
-
“Mama lihat kamu berusaha banget beresin mainanmu, hebat!”
-
“Kakak udah bisa bantu adik belajar, itu luar biasa.”
Apresiasi membantu anak merasa dihargai dan memotivasi mereka untuk terus melakukan hal baik.
Sanksi: Bukan Hukuman yang Menakutkan
Sanksi sering diasosiasikan dengan hukuman fisik atau ancaman. Padahal dalam parenting yang sehat, sanksi bukan berarti membuat anak takut, tapi membuat mereka paham bahwa setiap tindakan punya konsekuensi.
Contoh sanksi yang edukatif:
-
Kalau anak menunda-nunda PR, waktu bermainnya dikurangi.
-
Kalau anak tidak membereskan mainannya, mainan itu disimpan untuk sementara.
Tujuannya adalah membentuk tanggung jawab, bukan menakut-nakuti.
Mengapa Keduanya Harus Seimbang?
1. Anak Butuh Penguatan Positif dan Batasan
Apresiasi memberikan energi positif dan kepercayaan diri. Anak merasa didengar, dihargai, dan dicintai. Tapi jika hanya mengandalkan apresiasi tanpa sanksi, anak bisa tumbuh jadi pribadi yang tidak mengenal batas.
Sebaliknya, jika hanya sanksi yang ditegakkan, anak bisa tumbuh jadi pribadi yang penakut, minder, bahkan pemberontak karena merasa selalu salah.
2. Membangun Pola Pikir “Aku Bisa dan Aku Harus Bertanggung Jawab”
Ketika anak diapresiasi atas hal baik dan menerima sanksi atas kesalahan, mereka belajar dua hal penting:
-
Bahwa kebaikan akan dihargai.
-
Bahwa kesalahan adalah bagian dari belajar dan ada konsekuensinya.
Ini akan membentuk pola pikir yang kuat dan sehat: “Aku bisa berbuat baik dan aku juga harus bertanggung jawab atas pilihanku.”
Kapan Harus Memberi Apresiasi, Kapan Harus Memberi Sanksi?
Timing Itu Penting
Memberi apresiasi atau sanksi harus dilakukan pada waktu yang tepat. Jangan menunda-nunda. Jika anak baru saja melakukan hal baik, langsung beri apresiasi. Jika ia melanggar aturan, sampaikan sanksi dengan tenang dan jelas.
Contoh:
-
Anak membantu membereskan rumah → Segera ucapkan terima kasih dengan tulus.
-
Anak membanting pintu saat marah → Langsung beri penjelasan dan sanksi logis (misalnya tidak boleh main gadget selama 1 jam).
Konsistensi adalah Kunci
Konsistensi adalah salah satu aspek terpenting. Jangan hari ini anak dimarahi karena melempar mainan, tapi besok dibebaskan begitu saja. Anak akan bingung dan tidak tahu mana yang benar atau salah.
Kesalahan Umum dalam Memberi Apresiasi dan Sanksi
1. Memberi Pujian Berlebihan
Terlalu sering memberi pujian bisa membuat anak hanya melakukan sesuatu demi mendapat pujian. Mereka jadi kehilangan motivasi internal. Fokuslah pada usaha, bukan hasil semata.
2. Memberi Sanksi dalam Keadaan Emosi
Sanksi yang diberikan dalam keadaan marah biasanya berlebihan dan tidak mendidik. Anak justru akan menolak pesan yang ingin kita sampaikan.
3. Tidak Menjelaskan Alasan di Balik Sanksi
Sanksi tanpa penjelasan akan dianggap sebagai hukuman yang tidak adil. Selalu jelaskan kenapa anak diberi sanksi, dan bagaimana agar ia bisa memperbaiki perilakunya.
Menyeimbangkan Apresiasi dan Sanksi
-
Gunakan kalimat “Aku melihat…” untuk menunjukkan perhatian.
Contoh: “Aku lihat kamu belajar tanpa disuruh, itu keren!” -
Gunakan sanksi yang masuk akal dan bisa diprediksi.
Jangan membuat sanksi terlalu ekstrem. Pastikan anak tahu aturannya sejak awal. -
Tanyakan pendapat anak.
Setelah memberi sanksi, ajak anak ngobrol. Tanyakan, “Menurut kamu, lain kali sebaiknya bagaimana?” -
Fokus pada perbaikan, bukan kesalahan.
Jangan terlalu lama menyoroti kesalahan anak. Fokuslah pada apa yang bisa dia lakukan lebih baik di lain waktu.
Bukan Soal Mana yang Lebih Penting, Tapi Bagaimana Keduanya Dipakai
Apresiasi dan sanksi bukan dua pendekatan yang bertentangan, tapi dua alat yang bisa digunakan bersama-sama untuk mendidik anak. Dengan menyeimbangkannya, anak belajar tentang nilai, tanggung jawab, dan cinta yang tidak bersyarat.
Ingat, anak tidak butuh orang tua yang sempurna, tapi orang tua yang konsisten dan hadir. Jadi, yuk mulai terapkan keseimbangan ini di rumah, agar anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan penuh empati.